Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) bekerja sama menyelenggarakan Santri Film Festival (Sanffest) 2025 dengan tema “Santri Memandang Dunia Melalui Lensa Budaya.” Festival ini bertujuan menegaskan peran pesantren sebagai ruang kebudayaan yang dinamis. Pendaftaran film dibuka mulai 10 November 2025.
Santri Film Festival 2025 diselenggarakan untuk memberikan wadah bagi santri di seluruh Indonesia menyalurkan kreativitas melalui film pendek yang menggali nilai-nilai pesantren, perspektif keislaman, dan kebangsaan. Festival Director Fadhli Sapawie menyatakan, “Gerakan sinema santri ini adalah bagian dari kebangkitan kebudayaan berbasis nilai Islam dan kearifan lokal. Kami ingin memastikan pesantren turut menjadi pelaku aktif dalam ekosistem perfilman nasional.” Pernyataan ini disampaikan saat pertemuan di ruang rapat Direktur Pesantren Kemenag, Jakarta, pada Rabu (29/10/2025).
Kolaborasi ini memperkuat sinergi antara pendidikan keagamaan dan pengembangan kebudayaan nasional. Kemenag melalui Direktorat Pesantren memfasilitasi jejaring pesantren nasional dan mendorong sineas muda dari kalangan santri. Acara dimulai dengan Ta’aruf Film yang melibatkan tokoh seperti Habiburrahman El Shirazy, Deddy Mizwar, Asma Nadia, dan Ustadz Erick Yusuf. Mereka memberikan pembekalan tentang nilai syariat dalam seni perfilman serta praktik produksi berbasis nilai dan kearifan lokal.
Workshop daring nasional digelar dari 25 Oktober hingga 9 November 2025, mencakup pelatihan penulisan skenario, penyutradaraan, sinematografi, penyuntingan gambar, dan tata suara. Film peserta akan dikurasi oleh tim profesional yang terdiri dari sineas, akademisi pesantren, dan praktisi budaya. Pendaftaran film berlangsung 10 November hingga 29 November 2025 melalui https://sanffest.com, diikuti Puncak Awarding Night pada 14 Desember 2025.
Direktur Pesantren Kemenag, Basnang Said, menekankan, “Film adalah medium dakwah kultural yang sangat efektif di era digital. Melalui Sanffest, para santri belajar mengemas nilai-nilai Islam, kearifan lokal, dan pesan kemanusiaan universal dalam bahasa visual yang dapat diterima oleh masyarakat luas.” Ia berharap festival ini menumbuhkan ekosistem kreatif pesantren yang berkelanjutan dan menempatkan santri sebagai aktor penting dalam percakapan kebudayaan nasional dan global.