Kembali ke artikel

Xi Jinping Umumkan Target Iklim Baru yang Berani untuk Cina

Kamis, 25 September 2025
Dilaporkan oleh AI

Dalam pidato utama di Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa, Presiden Cina Xi Jinping mengungkapkan tujuan reduksi emisi baru yang ambisius, berkomitmen untuk mencapai puncak emisi karbon pada 2028 dan mencapai net-zero pada 2050. Pengumuman ini dilakukan di tengah tekanan internasional yang semakin besar untuk tindakan yang lebih kuat terhadap pemanasan global, menempatkan Cina sebagai pemain kunci dalam perjuangan melawan perubahan iklim sambil menghadapi tantangan ekonomi domestik. Para ahli menyambut langkah ini sebagai potensi perubahan besar, meskipun pertanyaan tetap ada tentang implementasi di tengah ketegangan geopolitik.

Momen Penting dalam Diplomasi Iklim Global

Beijing, Cina – Pada 24 September 2025, Presiden Cina Xi Jinping naik panggung di KTT COP30 di Baku, Azerbaijan, untuk menyampaikan apa yang banyak disebut sebagai pidato landmark tentang aksi iklim. Menghadapi aula penuh pemimpin dunia, diplomat, dan aktivis lingkungan, Xi menguraikan strategi iklim yang direvisi Cina, menandai eskalasi signifikan dalam komitmen lingkungan negara tersebut. Pengumuman ini datang pada titik kritis, saat dunia menghadapi dampak iklim yang semakin meningkat, dari banjir dahsyat di Asia Selatan hingga kekeringan berkepanjangan di Afrika.

Garisan waktu peristiwa yang mengarah ke deklarasi ini dimulai lebih awal tahun ini. Pada Januari 2025, Cina merilis Kontribusi Nasional yang Ditentukan (NDCs) yang diperbarui di bawah Perjanjian Paris, menandakan kemauan untuk mempercepat transisi hijau. Hal ini diikuti oleh serangkaian perubahan kebijakan domestik, termasuk subsidi untuk proyek energi terbarukan pada Juli dan Agustus. KTT COP30, yang berlangsung dari 20 September hingga 1 Oktober, memberikan platform internasional untuk pengungkapan besar Xi. Pidatonya, disampaikan pada pukul 10:00 waktu setempat, berlangsung 25 menit dan disambut dengan tepuk tangan dari delegasi, meskipun beberapa skeptis di penonton berbisik tentang kelayakan target tersebut.

"Cina akan mencapai puncak emisi karbon dioksida sebelum 2028 dan berusaha untuk netralitas karbon pada 2050," kata Xi, menekankan peran negara sebagai emisi terbesar di dunia. "Ini bukan hanya komitmen kepada dunia; ini adalah janji kepada rakyat kami untuk masa depan berkelanjutan." Ia menyoroti investasi dalam energi bersih, termasuk rencana $500 miliar untuk infrastruktur surya dan angin selama lima tahun mendatang.

Konsteks latar belakang mengungkapkan tekanan yang membentuk keputusan ini. Cina lama dikritik karena ketergantungan pada batu bara, yang menyediakan lebih dari 60% listriknya. Emisi negara tersebut melonjak sejak booming industrialisasi awal 2000-an, berkontribusi sekitar 30% gas rumah kaca global. Namun, tahun-tahun terbaru menunjukkan perubahan: peristiwa cuaca ekstrem, seperti gelombang panas mematikan 2024 yang menewaskan ribuan nyawa di provinsi utara, telah menyoroti biaya domestik dari ketidakaktifan. Secara internasional, pembicaraan iklim AS-Cina pada Juni 2025, yang difasilitasi oleh Sekretaris Jenderal PBB António Guterres, mendesak Beijing untuk menyelaraskan tujuannya dengan batas pemanasan 1.5°C. Faktor ekonomi juga berperan; dengan pertumbuhan yang melambat, transisi ke industri hijau menawarkan jalur untuk penciptaan lapangan kerja dan kepemimpinan teknologi di kendaraan listrik dan baterai.

Para pemangku kepentingan bereaksi cepat terhadap pengumuman Xi. Kelompok lingkungan memuji ambisinya tetapi meminta transparansi. "Ini adalah langkah maju yang berani, tetapi kata-kata harus diikuti oleh tindakan," kata Li Wei, direktur Inisiatif Bumi Hijau berbasis Beijing. "Kami membutuhkan data yang dapat diverifikasi tentang reduksi emisi dan penghentian persetujuan pembangkit listrik batu bara baru." Di sisi lain, pemimpin industri mengungkapkan optimisme hati-hati. Zhang Hua, CEO China Energy Investment Corporation yang dimiliki negara, mencatat dalam wawancara pasca-pidato, "Target ini akan mempercepat peralihan kami ke sumber energi terbarukan, tetapi kami harus memastikan keamanan energi selama transisi untuk menghindari pemadaman seperti yang terjadi pada 2021."

Implikasi dari janji Xi sangat luas. Secara ekonomi, target ini dapat membentuk ulang rantai pasokan global, meningkatkan permintaan untuk panel surya dan turbin angin buatan Cina sambil menekan wilayah yang bergantung pada batu bara seperti provinsi Shanxi untuk diversifikasi. Dari segi kebijakan, hal ini dapat memengaruhi negosiasi mendatang di COP30, di mana negara berkembang mendorong bantuan keuangan lebih banyak dari negara kaya. Tujuan pembiayaan iklim tahunan $100 miliar, yang belum terpenuhi sejak janji 2020, dapat memperoleh momentum baru jika Cina memanfaatkan pengaruhnya.

Secara sosial, pengumuman ini sejalan dengan kesadaran publik yang semakin besar di Cina. Pemuda perkotaan, terinspirasi oleh gerakan global seperti Fridays for Future, semakin menuntut udara yang lebih bersih. Survei terbaru oleh Universitas Peking menemukan bahwa 75% responden di bawah 30 tahun memprioritaskan perlindungan lingkungan dibandingkan pertumbuhan ekonomi. Namun, tantangan mengintai: komunitas pedesaan yang bergantung pada bahan bakar fosil mungkin menghadapi kehilangan pekerjaan, sehingga memerlukan program pelatihan ulang yang kuat.

Secara internasional, langkah ini dapat meredakan ketegangan dalam diplomasi iklim. Uni Eropa, yang memberlakukan pajak perbatasan karbon pada impor Cina pada 2024, mungkin mempertimbangkan ulang jika Beijing menunjukkan kemajuan. Namun, kontradiksi tetap ada. Meskipun Xi memuji prestasi renewable—China memasang lebih banyak kapasitas surya pada 2024 daripada sisanya dunia—kritikus menunjukkan ekspansi batu bara yang sedang berlangsung di Mongolia Dalam. Duta Besar Iklim AS John Kerry, dalam sebuah pernyataan, menyambut target tersebut tetapi mendesak, "Tujuan ambisius sangat penting, tetapi begitu pula akuntabilitas. Kami berharap dapat berkolaborasi pada mekanisme verifikasi."

Melihat ke depan, ujian sebenarnya akan menjadi implementasi. Rencana lima tahun Cina, yang berikutnya dimulai pada 2026, perlu menyematkan target ini ke dalam undang-undang. Dampak potensial mencakup pengurangan kontribusi pemanasan global, diperkirakan oleh Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) dapat mengurangi kenaikan suhu proyeksi sebesar 0.2°C jika terpenuhi. Namun, kegagalan dapat menggerogoti kepercayaan pada upaya multilateral, memperburuk perbedaan antara Global Utara dan Selatan.

Saat KTT COP30 berlanjut, pidato Xi telah menyuntikkan energi segar ke dalam proses. Apakah ini berubah menjadi aksi konkret masih harus dilihat, tetapi untuk sekarang, ini menunjukkan peran Cina yang berkembang di panggung dunia—dari pelaku iklim yang lambat menjadi pemimpin potensial.

Dalam kata-kata Kepala Iklim PBB Simon Stiell, "Pengumuman Presiden Xi adalah cahaya harapan, tetapi harapan saja tidak akan mendinginkan planet. Aksi akan."

Static map of article location