Peneliti menemukan bahwa tumpukan material dua dimensi secara alami membentuk rongga mikroskopis yang menjebak cahaya dan elektron, mengubah perilaku kuantum tanpa perlu cermin. Penemuan ini, yang diamati menggunakan spektroskop terahertz baru, dapat memungkinkan cara baru untuk mengendalikan keadaan kuantum eksotis. Studi ini diterbitkan di Nature Physics.
Material dua dimensi, yang dihargai karena efek seperti superkonduktivitas dan magnetisme eksotis, telah lama membingungkan para ilmuwan yang berusaha memahami dan memanipulasi sifat kuantumnya. Tim yang dipimpin oleh James McIver, asisten profesor fisika di Universitas Columbia, mengungkapkan mekanisme yang sebelumnya tidak terlihat di material ini selama eksperimen yang berasal dari Max Planck Institute for the Structure and Dynamics of Matter di Hamburg, Jerman.
Penelitian ini merupakan bagian dari Max Planck-New York Center on Nonequilibrium Quantum Phenomena, yang melibatkan kolaborasi dengan Columbia, Flatiron Institute, dan Universitas Cornell. Untuk menyelidiki material tersebut, tim mengembangkan spektroskop terahertz kompak yang mengecilkan panjang gelombang cahaya dari sekitar 1 milimeter menjadi 3 mikrometer, memungkinkan pengamatan langsung pergerakan elektron di sampel tipis yang lebih tipis dari rambut manusia.
Pengujian awal pada graphene mengungkapkan gelombang stasioner tak terduga yang terbentuk oleh kuasipartikel hibrida cahaya-materi yang dikenal sebagai plasmon polariton. "Cahaya dapat berikatan dengan elektron untuk membentuk kuasipartikel hibrida cahaya-materi. Kuasipartikel ini bergerak sebagai gelombang dan, dalam kondisi tertentu, mereka dapat terperangkap, mirip dengan gelombang stasioner pada senar gitar," jelas Hope Bretscher, postdoktoral di MPSD dan penulis pertama bersama.
Wawasan kunci: tepi material secara alami berfungsi sebagai cermin, menciptakan rongga yang menjebak cahaya dan elektron. Dalam perangkat berlapis, rongga-rongga ini—berjarak puluhan nanometer—memungkinkan plasmon berinteraksi secara kuat. "Kami menemukan bahwa tepi material itu sendiri sudah berfungsi sebagai cermin," kata Gunda Kipp, mahasiswa PhD di MPSD dan penulis pertama.
Tim, termasuk Marios Michael, mengembangkan teori analitik menggunakan parameter geometris untuk memprediksi frekuensi kuasipartikel dan kopling cahaya-materi. Alat ini dapat membantu merancang material untuk fase kuantum spesifik dengan memvariasikan faktor seperti kepadatan pembawa atau suhu. "Kami telah mengungkapkan lapisan kontrol tersembunyi di material kuantum dan membuka jalan untuk membentuk interaksi cahaya-materi," kata McIver.
Digambarkan sebagai penemuan kebetulan, penemuan ini membuka jalan untuk aplikasi yang lebih luas dalam teknologi kuantum. Spektroskop tersebut sekarang digunakan untuk mengeksplorasi material 2D lainnya di Hamburg dan New York.